- Dakwah, FBE, IMTAQ, Mutiara Pagi

Misi Hidup dan Fitrah

#fitrahbasedlife

Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.
Reff Mubaligh: Harry Santosa.

Misi HIdup dan Fitrah

Inilah fitrah: bahwa masing-masing kita diciptakan dengan memiliki ukuran dan kadar tertentu. Setiap kita diciptakan-Nya dengan rancangan untuk memiliki sekian kadar kombinasi keunggulan di sisi tertentu, dan lemah di sisi-sisi lainnya. Ini adalah demi kesesuaian untuk melaksanakan sebuah tugas, demi melaksanakan sebuah misi.

Dari Imran r.a., saya bertanya, “Ya Rasulullah, apa dasarnya amal orang yang beramal?” Rasulullah SAW menjawab, “Tiap-tiap diri dimudahkan mengerjakan sebagaimana dia telah diciptakan untuk itu.” – H.R. Bukhari no. 2026

Katakanlah wahai nabi Muhammad, setiap orang beramal sesuai dengan keadaannya masing-masing, yakni sesuai bakat pembawaannya, caranya dan kecenderungannya dalam mencari petunjuk dan menempuh jalan menuju kebenaran. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya dan siapa yang lebih sesat jalannya. Kepada setiap orang dari kedua golongan itu Tuhan memberikan balasan sesuai dengan perbuatannya. Dan mereka, yakni orang-orang kafir mekah bertanya kepadamu wahai nabi Muhammad tentang roh, apakah hakikat roh itu. Katakanlah, roh itu termasuk urusan tuhanku, hanya dia yang mengetahui hakikat roh itu dan tidaklah kamu wahai manusia diberi pengetahuan kecuali sedikit dibandingkan dengan keluasan objek yang diketahui atau dibandingkan dengan ilmu Allah. (QS 17:84-85. Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an / Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I)

Misi hidup seorang manusia, secara spesifik, merupakan manifestasi dari fitrah dirinya. Fitrah diri ini telah tertanam di dalam jiwa (nafs) insan sejak awal penciptaannya. Dan sesungguhnya fitrah diri setiap insan inilah yang tidak akan pernah mengalami perubahan sedikit pun, sebagaimana tertulis dalam Q.S. Ar-Ruum [30]: 30, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada ad-diin, fitrah Allah, yang Allah telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.”

Sementara manusia, karena kehendak hawa nafsunya, cenderung ingin menjadikan dirinya sekehendak hatinya. Manusia selalu melihat dirinya kurang dan ingin menjadi sosok yang lebih sempurna. Namun, kesempurnaan yang ia cari adalah kesempurnaan yang berdasarkan keinginan hawa nafsunya, bukan kesempurnaan berdasarkan petunjuk dan tuntunan Allah yang sesuai dengan fitrah dirinya—yang sesungguhnya merupakan kesempurnaan yang telah Allah fitrah-kan untuknya.

Manusia selalu melihat kepada orang lain dan ingin menjadi seperti orang lain, bukan menjadi dirinya sendiri—atau setidaknya mempertanyakan: bagaimana seharusnya saya dari sudut pandang Allah Ta’ala. Ini karena insan gagal mengenali pengetahuan agung yang Allah letakkan dalam dada batinnya: siapa dirinya sebenarnya.

Insan, karena mengikuti hawa nafsunya, akan cenderung mengkhianati fitrah dirinya. Itulah sebabnya insan tidak akan pernah mencapai kebahagiaan hakiki jika ia terus mengkhianati fitrah dirinya.

Seekor burung diciptakan untuk terbang, maka ia tidak akan pernah berbahagia jika ia ingin menjadi ikan. Fitrah dirinya adalah terbang, bukan hidup di dalam air. Sebaliknya pada seekor ikan, fitrah dirinya adalah untuk hidup di air. Kebahagiaannya Allah letakkan di dalam air. Jika ia ingin hidup di darat, maka itu akan menjadi penderitaan baginya, karena ia melanggar fitrah-nya.

أَلَمْ تَرَ‌ أَنَّ اللَّـهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ وَالطَّيْرُ‌ صَافَّاتٍ ۖ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ ۗ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah, kepada-Nya ber-tasbih apa-apa yang ada di seluruh petala langit dan bumi, dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Sungguh, setiap sesuatu memahami cara shalat dan tasbih-nya. Dan Allah mengetahui tentang apa-apa yang mereka laksanakan. – Q.S. An-Nuur [24]: 41

Burung ber-tasbih dan shalat dengan hidup sesuai fitrah-nya, yaitu dengan terbang mengembangkan sayapnya. Demikian pula segala sesuatu di seluruh penjuru langit dan bumi, ber-tasbih dan shalat dengan cara hidup masing-masing dan telah berfungsi sesuai fitrah masing-masing—kecuali manusia dan jin, tentu saja, yang tidak dengan sendirinya hidup sesuai fitrah sejak awal, karena mereka dianugerahi akal dan kebebasan memilih.

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْ‌ضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَـٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورً‌ا

Bertasbih kepada-Nya langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan keterpujian-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. – Q.S. Al-Israa’ [17]: 44

Bagi manusia, ia baru ada dalam tingkat penghambaan yang tertinggi kepada Allah, ada di atas Shirath al-Mustaqim dengan tertuntun, dan ada dalam tingkat ke-taqwa-an tertingginya, hanya jika ia telah hidup dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan fitrah dirinya.

Kunci kebahagiaan adalah mengenal misi hidup atas maksud penciptaan diri kita masing-masing. Seseorang tidak akan bisa meraih kebahagiaan yang hakiki tanpa mengenal misi hidup dan tujuan penciptaan dirinya, yang berbeda-beda pada setiap orang.

#fitrahbasedlife

Sumber:

About dimaspramudia

Read All Posts By dimaspramudia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.