- FBE, IMTAQ, IPTEK, Mutiara Pagi

Shirothol Mustaqiem dan Misi Hidup

Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.
Reff Mubaligh: Harry Santosa.

Shirothol Mustaqiem dan Misi Hidup

Inilah jalan yang kita minta 17 kali dalam sehari. Sejak anak anak mungkin kita mendengar atau ada yg bilang, bahwa shirothol mustaqiem itu bak rambut dibelah tujuh. Benarkah? Lalu apa makna sesungguhnya? Lalu mengapa membahas ini begitu penting?

Ustadz Adi Hidayat menyebutnya sebagai “Jalan Cepat dan Lapang”. Namun apapun itu, jalan inilah sesungguhnya, satu satunya doa yang kita minta di dalam Surat alFatihah, sedangkan surat ini yang wajib dibaca dalam sholat wajib maupun sholat sunnat. Apa makna dan urgensinya?

Walau membahas “shirothol mustaqiem” ini penting dan sangat strategis untuk menjalani hidup di dunia maupun di akhirat, namun banyak diantara kita tak pernah mencoba menggali makna mendalam darinya. Bahkan seringkali kita memaknai semaunya atau sesuai alam fikiran kita sendiri yang hidup di dunia materialisme dan sekularisme.

Shirothol Mustaqiem, dalam makna materialisme adalah sukses cepat dan lapang menuju kekayaan atau kekuasaan atau kesuksesan dunia. Ibadah ritual, sedekah dll diniatkan agar mencapai kebahagiaan sesaat dalam wujud kesenangan dunia.

Dalam makna Sekularisme, shirothol mustaqiem dimaknai sebagai urusan dunia semata, yaitu jalan sukses dalam karir dan bisnis misalnya tanpa merasa ada urusan langit, atau sebaliknya hanya urusan langit tanpa ada urusan dunia.

Begitupula mengenai makna “jalan orang orang yang diberi nikmat”, dalam pandangan materialisme dan sekulerisme umumnya dimaknakan orang yang sukses dalam dunia semata, banyak berderma dan bermanfaat dstnya tanpa berorientasi kepada Allah.

Agar manusia tak salah memaknai, Allah SWT sesungguhnya sudah memberikan referensi prototype manusia yang Allah berikan shirothol mustaqiem, yaitu “jalan orang orang yang diberi nikmat”, dan bukan jalan orang orang yang sesat (mau kebenaran tapi tidak tahu atau tidak mau tahu) dan jalan orang yang dibenci (tahu kebenaran tapi menolak atau sombong).

Lalu “siapa yang Allah maksud sebagai orang orang yang diberi nikmat?”. Alhamdulillah, rahasianya ada di surat AnNisaa ayat 68 dan 69, yaitu “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”

Empat golongan inilah yang perlu kita gali mendalam karakteristiknya agar kita mampu menjalani jalan kehidupan yang disebut shirothol muataqiem.

  1. Para Nabi

Kita sudah tak mungkin berharap menjadi Nabi karena sudah closing dengan hadirnya Nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Namun kita dapat mempelajari Siroh mereka dan meneladaninya, khususnya 2 Nabi yang secara spesifik direkomendasikan dan diperintah untuk menjadikan mereka Qudwah Hasanah atau Teladan yang Baik.

Inti perjalanan para Nabi ssesungguhnya adalah Menerima Penugasan atau Misi Kenabian yang dibebankan kepada mereka, lalu menyelesaikannya sampai akhir hayat mereka, yaitu untuk menyeru Kebenaran atau menolong Agama Allah atau mengembalikan Ummat kepada Tauhid dstnya.

Walau secara umum penugasannya sama yaitu mengembalikan ummat manusia kepada Tauhid, namun secara spesifik para Nabi ditugaskan pada tugas khusus sesuai Kehendak Allah pada setiap zamannya bukan kehendak para Nabi itu sendiri. Semua Nabi sebelum diangkat menjadi Nabi mengalami kegelisahan atas realita kaumnya, dan terpanggil untuk menyeru kebenaran.

Setelah panggilan itu atau penugasan resmi itu datang maka Mereka komitmen dan konsisten mensyukuri jalannya iitu sebagai karunia nikmat yang Allah berikan sampai selesai penugasannya. Tentu saja “nikmat” itu bukan dalam makna materialisme atau sekularisme, namun kebahagiaan hakiki berupa ketenangan jiwa atas karunia “Tugas Kenabian” yang telah diberikan.

Tentang Isra Mi’raj, yang kita semua tahu kisahnya, tapi ada pertanyaan menarik. Andai kita menjalani Isra Mi’raj yang begitu dahsyat dan indah, di saat hidup dalam kesedihan, apakah kita akan mau kembali ke bumi?

Penyair besae Pakistan, menulis, “…tapi Muhammad, Nabi dari Arabia itu pulang kembali lagi ke dunia. Demi Allah jika aku menjadi dia, niscaya aku tak akan kembali ke dunia”

Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW, kembali ke dunia dan menyelesaikan misi kenabiannya sampai wafatnya di usia 63 tahun. Itulah jalan orang orang yang diberi nikmat. Jalan yang merupakan nikmat bagi mereka yang menyambut misi hidupnya dan menjalaninya sampai akhir hayat.

  1. Para Shodiqien

Sosok Shodiqien terbaik adalah Abu Bakar ashShidiq, manusia yang memiliki Worldview sempurna tentang Rasulullah SAW. “Andai ada peristiwa yang lebih hebat dari Isra Mi’raj pun, niscaya aku menerima dan mengakui”.

Konsep shodiq, adalah menerima dan mengakui kebenaran, dalam hal ini Misi Kenabian. Menerima bisa jadi mudah, namun mengakui memerlukan kejujuran dalam cara pandang mata bathin maupun mata zhahir. Secara zhahir atau empirik, banyak orang mengakui kredibilitas Nabi Muhammad SAW termasuk Abu Jahal, namun secara mata bathin, tak mudah mengakui bahwa beliau seorang Nabi. Nah Abu Bakar asShidiq adalah orangnya. Tepat gelar Ashidieq bagi Beliau.

Beliaulah kemudian yang menyambut Tugas Pelanjut Misi Kenabian. Beliaulah yang dengan jujur menerima dan mengakui bahwa Muhammad SAW hanya manusia biasa yang bisa meninggal dunia di puncak keistimewaannya Sinarnya sebagai seorang Utusan Allah di mata para Sahabat. Sekelas Umar bin Khattab ra pun, ragu dengan berita wafatnya Rasulullah SAW.

Abu Bakar AsShidieq dengan penuh syukur menyambut Jalan Hidup atau Misi Hidupnya sebagai orang pertama pelanjut Risalah Mulia akhir zaman. Inilah shirothol mustaqiem baginya, jalan cepat dan lapang serta nikmat menuju Robbnya.

Pada masa ketika ada Nabi palsu Musailamah sang pendusta, maka Beliau menyambut panggilan tanggungjawabnya, “Bagaimana Ummat bisa seperti ini, sementara Abu Bakar masih ada”.

Sebuah kelas terhormat dan tertinggi, ketika mengambil alih tanggungjawab masalah Ummat menjadi tanggungjawab personal. Itulah shodiqien.

  1. Para Syuhada

Dalam sebuah riwayat hadits, Ibnu Ishaq mengatakan, bahwa Amr bin Ubaid berkata dari Al Hasan yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada orang Mukmin yang telah meninggalkan dunia namun ingin kembali ke dunia lagi sesaat di siang hari dan diberi dunia beserta isinya kecuali syahid. Ia ingin dikembalikan lagi ke dunia untuk berperang di jalan Allah dan dibunuh sekali lagi.”

Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan, “. . . ketika mereka tahu harus meminta, mereka meminta agar ruh mereka di kembalikan ke jasad-jasad mereka untuk berjihad lagi atau untuk mencurahkan jiwanya di jalan Allah Ta’ala dan merasakan nikmatnya (gugur) di jalan Allah.” Walahu A’lam

Para Syuhada’ meminta dikembalikan lagi ke dunia, padahal mereka sudah berada di surga, untuk merasakan nikmatnya gugur di jalan Allah sebagai syuhada’

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan meninggal di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu terbunuh, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh.” (HR. Al Bukhari)

Begitulah mereka yang telah merasakan nikmat menempuh jalan, nikmat menjalani Tugas Langit dalam menyeru kebenaran, mau mengulang kembali jalan itu, berapa kalipun mereka dihidupkan kembali ke dunia.

Bukan perihal seberapa mengerikan kematian, tetapi seberapa bahagia menerima dan mengakui Tugas Langitnya lalu menyelesaikan Tugas itu sampai akhir kehidupannya. Mereka menjadi saksi atas kebenaranNya dan kebenaran janjiNya.

  1. Para Sholihien

“Barangsiapa yang mengerjakan Amal Shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya Kehidupan yang Baik (Hasanatun Thoyyibah atau The Good Life) … [An-Nahl/ 16: 97]

Para shalihin adalah orang orang yang meniti dan menjalani kehidupan ini dengan kebaikan dalam semua aspek. Mereka senantiasa memperbaiki aspek kehidupan spiritualnya, bergerak dari aspek ibadah personal sampai kepada aspek ibadah sosial, memperbaiki cara bermuamalah dan intensitas berdakwah. Mereka juga memperbaiki aspek kehidupan intelektualnya, bergerak dari aspek memelihara antusias rasa ingin tahunya sampai kepada melakukan inovasi walau sederhana untuk membantu masyarakatnya. Mereka juga memperbaiki aspek kehidupan pekerjaan atau bisnisnya, bukan sekedar cari nafkah, sehingga membuat solusi bagi ummat, aspek kehidupan keluarganya baik kualitas mapun kuantitas, aspek kehidupan sosialnya, aspek kehidupan kesehatannya, termasuk aspek pengembangan kedewasaan dirinya dstnya.

Dalam puncak keshalihan semua dimensi hidup itulah Allah berikan Jalan Hidup atau Misi Hidup yang merupakan Shirothol Mustaqiem, jalan yang cepat dan lapang menuju Keridhaan Robbnya.

Jika menelsuri Sirah Nabawiyah, maka kita temukan bahwa selama 40 tahun, sebelum mendapatkan Misi Kenabian (The Mission of Life), Rasulullah SAW menjalani “”The Good Life” dalam semua aspek kehidupan.


Tiga golongan terakhir memiliki kesamaan, yaitu mereka adalah orang orang mentaati Allah dan RasulNya, sehingga mereka diberikan “shirothol mustaqiem”, yaitu jalan hidup atau misi hidup yang merupakan nikmat Allah, yang mereka jalani sampai akhir hidupnya.

Semoga kita menjadi teman mereka atau termasuk golongan mereka, yaitu orang orang yang diberi nikmat berupa shirothol mustaqiem, jalan yang cepat dan lapang menuju Allah SWT, jalan orang orang yang menjalani Tugas Spesifik Langitnya yang merupakan Misi Hidupnya sampai akhir hayatnya.

Salam Peradaban

Ditulis dalam Perjalanan dari Baubau – Makassar dan Jakarta, 26 Desember 2019

Sumber:

About dimaspramudia

Read All Posts By dimaspramudia

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.