Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.
Reff Mubaligh: Harry Santosa.
Collaborative Learning vs Instructive Learning
Secara umum, ada dua model belajar orang dewasa, yaitu belajar secara kolaboratif dan belajar secara instruktif. Yang pertama sifat pertukaran pengetahuannya atau pembelajarannya multi arah, semua peserta berpartisipasi aktif, namun tetap ada yang “dituakan” dalam pertukaran itu sebagai nara sumber rujukan atau subject matter expert.
Jika digambarkan user atau peserta sebagai simpul (node) dan pola komunikasi sebagai garis ( edge), maka nampak garis garis berhubungan dengan semua node (simpul) dalam group, walau ada node yang lebih banyak kemasukan garis, biasanya nara sumber atau orang yang dianggap banyak memberikan idea.
Yang kedua, sifat pertukaran pengetahuannya lebih searah, biasanya nara sumber memaparkan, peserta mendengarkan dan bertanya ketika diizinkan, atau harus merespon jawaban ketika ditanya. Ini mirip persekolahan dalam ruang ruang kelas. Jika digambarkan sebagai simpul dan garis tentu saja semua hanya mengarah ke nara sumber dan atau nara sumber ke beberapa peserta belajar.
Ketika dua model ini di “elektroniskan” atau didigitalkan atau dionlinekan, maka model yang pertama mungkin mirip eForum Discussion atau eConference atau mungkin juga group group dalam Social Media, dalam banyak perusahaan yang menerapkan disebut social learning atau social collaborative learning. Sementara model kedua atau instructive, lebih mirip ke eLearning.
Social Media, seperti twitter, ig, fb dsbnya sebenarnya jika ditujukan sebagai tempat belajar maka sesungguhnya sangat baik sebagai social collaborative learning, sepanjang ada yang mengatur traffic atau knowledge exchangenya, menyediakan nara sumber yang sahih dan ilmu yang sahih.
Saya sejak tahun 2009, membangun sebuah group di facebook yang khusus membahas pendidikan dalam perspektif peradaban, saya sendiri adminnya, menghadirkan berbagai narasumber untuk ikut mengomentari suatu topic discussion atau article termasuk juga mendorong para narasumber untuk memberikan perspective expert termasuk mendorong mereka menulis artikel. Sejujurnya, knowledge yang didapat jadi meningkat, fokus dan semakin tajam untuk setiap subject matter.
Jadi jika ada yang memusuhi social media sebagai tempat sampah informasi atau tempat belajar yang buruk tentu wajar saja, karena tidak pernah mengalami sebuah model pembelajaran via kolaborasi sosial atau via social media. Social Media hanyalah wadah seperti juga eLearning, tergantung memanfaatkannya dan menggunakannya.
Sedangkan eLearning nampak “aman terkendali” karena satu arah, gurunya sudah disiapkan, silabus materinya sudah disiapkan, peserta hanya menyimak dan bertanya jika dipersilahkan atau bertanya via admin. Ini mirip ruang ruang kelas di sekolah hanya bedanya di”online”kan saja.
Sepanjang nara sumbernya sahih, subject matter expert yang dihadirkan diakui keilmuannya dan track recordnya baik, object pengetahuan yang dishare nya juga sahih, maka tidak ada masalah, mau menggunakan eSocial collaborative learning atau eLearning.
Perusahaan perusahaan besar menerapkan keduanya. Biasanya eLearning digunakan untuk instuctive learning untuk pengetahuan formal teknis yang tak membutuhkan banyak diskusi. Sementara eSocial Collaboration digunakan untuk pembelajaran yang bersifat partisipatif walaupun tetap dikawal oleh pakarnya atau subject matter expert untuk bidang pembelajaran terkait.
Sekarang bagi masyarakat umum, mau menggunakan yang mana? Yang penting diperhatikan adalah Audiencenya siapa? Jika generasi kelahiran 60-70an barangkali lebih nyaman dan aman dengan yang searah, hanya mendengarkan, tanpa perlu mendengarkan pendapat lain dan tak perlu repot kolaborasi, maka eLearning paling tepat.
Tapi jika audience nya adalah kelahiran 80an ke atas, barangkali model searah sangat tidak nyaman, mereka menghendaki belajar apapun lebih interaktif, kolaboratif dstnya walau tetap dibutuhkan beberapa nara sumber yang kompeten agar semakin tajam hasil belajarnya.
Silahkan belajar online yang sehat
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
Reff: