- Dakwah, FBE, IMTAQ

Society 5.0 and Fitrah (The Islamic Concept of Human Nature)

Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.
Reff Mubaligh: Harry Santosa.

Society 5.0 and Fitrah (The Islamic Concept of Human Nature)

Hari ini semua orang bicara tentang Industrial Revolution 4.0, ditandai dengan membanjirnya teknologi informasi, termasuk melimpahnya informasi. Semua nampak lebih mudah diperoleh dan diakses, namun sesungguhnya kering dari makna.

Muncul generasi millennials (kelahiran 70an-90an), yang sekarang disusul generasi Z (kelahiran 1995-2010) dan generasi Alpha (kelahiran 2010an) yang disebut generasi digital native, yang sejak lahir semuanya serba digital. Ada yang menyebut mereka generasi five screens, yaitu bisa melihat 5 layar digital dalam satu waktu.

Tentu saja, digital transformation ini mempengaruhi kehidupan, dari ruang pribadi, sampai ruang keluarga, bahkan ruang sosial misalnya ruang komunitas dan ruang negara. Transformasi digital tentu juga membuat transformasi sosial dan kejiwaan besar besaran.

Di tengah berbagai kemudahan pada masyarakat yang disebut information society ini kemudian disadari kehidupan menjadi tak seimbang atau bisa disebut tak bahagia. Kehidupan serba digital mendorong serba instan ternyata membuat manusia hidup tak bahagia.

Banyak negara kemudian membuat ukuran ukuran kebahagiaan atau index of happiness untuk mengukur kebahagiaan warga negaranya. Dubai pernah membuat 5 ukuran untuk index of happiness, yang berbeda dengan ukuran yang dibuat bangsa Eropa. Nanti kita akan bahas belakangan tentang ini.

Jika di era nomaden, masyarakatnya disebut hunting society, di era agriculture, masyarakatnya disebut agri society, lalu di era industry disebut industrial society maka di era informasi (revolusi industri 4.0) ini masyarakatnya disebut information society atau society 4.0.

Jika di society 4.0 dirasakan betul bahwa teknologi informasi membuat sebagian besar atau kebanyakan manusia malah kehilangan kemanusiaannya atau kebahagiaannya, maka di Jepang, kini mulai digagas society 5.0.

Society 5.0 ini bertujuan bahwa dengan teknologi informasi yang berkembang cepat, manusia jangan sampai kehilangan kemanusiaannya. Maka society 5.0 ini mendorong konsep human-centric society, bahwa manusia harus kembali kepada personalisasi kemanusiaannya agar hidup seimbang dan bahagia.

Personalization ini sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia atau dalam bahasa Islam disebut proses mengembalikan fitrah manusia. Semakin manusia kembali kepada fitrahnya semakin ia bahagia.

Teknologi bukan hal yang tabu, generasi masa depan akan mengalami berbagai penemuan teknologi informasi yang dahsyat, namun itu semua harus dibangun dengan kesadaran bahwa teknologi justru harus semakin memanusiakan manusia atau menumbuhkan aspek fitrah manusianya.

Ilustrasinya begini.

Kelak anak anak kita tidak lagi suka tinggal di kota, mereka perlahan akan kembali ke desa, hidup dengan udara yang segar, makanan yang natural (bukan cuma organik), kembali membangun kehangatan sosial di desa desa dan kembali menghidupkan kearifan serta keunggulan desa sebagaimana desa desa indigenous di masa lalu. Namun mereka hidup dengan technology canggih yang mendukung bukan memperalat.

Mereka tetap terkases dengan dunia luar, belajar dan berdiskusi dengan siapa saja dan dimana saja. Teknologi 5G memungkinkan kecepatan gambar dan suara seperti aslinya. Menghadirkan orang2 dalam wujud hologram di rumah, seolah bicara langsung dan ada interaksi fisik virtual.

Mereka bisa memesan barang dari manapun, namun yang datang bukan pengemudi manusia dengan motor atau mobil yang membuat polusi, tetapi drown drown logistik, yang bisa mengantar barang langsung ke pemesan dengan hanya membaca sidik retina.

Begitupun personal assistance, semacam robot kecil pendamping, bisa digunakan sebagai penasehat pribadi, pengingat jadwal sholat atau jadwal kerja, penyampai pesan, pemesan barang online dstnya.

Anak anak tetap berjalan dan berlari pagi ke halte bis, untuk bertemu guru atau pakar atau ke museum atau pertemuan warga bahkan ke masjid namun bis bis pengantar mereka bukan lagi manusia, tetapi robot robot yang tak bosan dan tepat waktu.

Kakek dan nenek dapat berdiskusi dan memeriksa kesehatannya secara online namun serasa offline.

Kulkas di rumah, bukan hanya alat penyimpan makanan, namun penyimpan resep resep sehat, yang bisa memberi advise sarapan apa hari ini dengan bahan bahan yang ada dstnya.

Toko toko kelontong dekat rumah masih ada, karena anak anak masa depan lebih suka memesan makanan atau barang yang dihasilkan oleh warga desanya, kecuali yang tak tersedia. Tetapi tentu saja pemesanan barang ke toko kelontong dapat dilakukan oleh robot personal asssitance.

Keluarga keluarga semakin akrab dan hangat. Teknologi bukan mengintervensi namun mendukung kebahagiaan manusia dll.

Indeks Kebahagiaan

Kebahagiaan manusia, bukan diukur dari kelimpahan materi dan informasi, tetapi diukur dari keseimbangan hidup meliputi kepuasan kehidupan sesuai fitrahnya yaitu

  1. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Spiritual (fitrah keimanan)
  2. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Bisnis/Karir (fitrah bakat)
  3. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Intelektual (fitrah belajar dan berlogika/bernalar)
  4. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Keluarga (fitrah seksualitas dan cinta)
  5. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Estetis (fitrah estitika)
  6. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Individual dan Sosial (fitrah individualitas n sosialitas)
  7. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Sehat (fitrah jasmani)
  8. Kepuasan jiwa pada Kehidupan Kedewasaan (fitrah perkembangan)

Teknologi informasi adalah bagian dari fitrah zaman, kita tak mungkin menghindarinya, namun jadikan teknologi informasi untuk menjadikan kehidupan manusia lebih seimbang untuk semua aspek fitrahnya.

Salam Pendidikan Peradaban.

#fitrahbasededucation #fitrahbasedlife

Reff:

About dimaspramudia

Read All Posts By dimaspramudia

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.