Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.
Reff Mubaligh: Harry Santosa.
Mengapa Sekolah Islam mengekor Sistem Persekolahan Modern
Sistem persekolahan modern masuk ke Indonesia lewat Politik Etis atau Politik Balas Budi Pemerintah Kolonial Penjajah Belanda pada 1901. Sistem Persekolahah Modern ini sebenarnya lahir bersamaan dengan revolusi industri di Inggris dan Amerika pada abad 17. Secara politik, negara ketika itu berkepentingan untuk mengendalikan pendidikan di masyarakat untuk memastikan pasokan “manusia” pintar dan terampil untuk mengisi pabrik atau industri.
Konon model yang ditiru sistem persekolahan Amerika adalah model persekolahan militer di Prussia (kini Jerman, Austria dsknya), sebuah model yang dibangun kerajaan Prussia untuk membuat warga negaranya patuh dan terkendali sejak usia dini. Seleksinya jelas, kepatuhan, kepintaran dan keterampilan. Belakang hari sistem ini juga sebenarnya menseleksi 9% orang pandai dan patuh yang akan menjadi kaki tangan para elite pemilik modal yang jumlahnya 1%. Sementara 90% hanya diniatkan melahirkan kuli pekerja dan buruh.
Di negeri negeri jajahan, juga begitu. Sistem persekolahan modern ini mulai ditularkan, selain untuk menjalankan mesin penjajahan dengan memasok para administrateuur dan enjineuur pada pabrik dan perkebunan milik penjajah, juga menciptakan kelas bangsawan yang bisa dikendalikan pemerintah kolonial.
Kemudian sistem persekolahan modern ini juga berani “menghabisi” saingannya seperti pesantren, dayah, rangkang, meunasah, dll dengan memanfaatkan tangan besi penjajah, melalui aturan ordonatie yang memaksa semua “sekolah liar” buatan pribumi itu untuk ditutup. Inilah politik pendidikan, sebuah upaya kekuasaan untuk mengendalikan pendidikan demi tujuan politik.
Ini kemudian yang diperangi habis habisan oleh KH Ahmad Dahlan lewat gerakan Muhammadiyah dan Ki Hajar Dewantoro lewat Taman Siswa. Mereka dan penggerak pendidikan lain menentang habis habisan sebuah sistem pendidikan yang hanya berwujud persekolahan yang memberhalakan akademis dan teknis atau kepintaran dan keterampilan semata. Dalam sistem seperti ini kodrat anak, kodrat alam dimana anak itu tinggal apalagi nilai nilai Agama yang diyakini adalah sesuatu yang tidak penting. Karena niatnya memang hanya melahirkan “koeli”.
Anehnya begitu Indonesia merdeka, sistem persekolahan modern inilah yang dilanjutkan. Ki Hajar Dewantoro, walau menjabat Menteri Pendidikan yang pertama itu tak berdaya memasukkan konsep pendidikan berbasis kodratnya ke dalam sistem persekolahan nasional, bahkan Sekolah Taman Siswa dan Sekolah Muhammadiyyah hari ini hanya melanjutkan sistem persekolahan modern pemerintah kolonial Bepanda.
Bertahun tahun setelah itu lahirlah kita generasi kelahiran 60an, 70an, 80an dstnya, yang tidak paham jalan ceritanya. Mindset kita terjebak dan terkepung pada fakta dan realita bahwa pendidikan itu adalah persekolahan, dan persekolahan itu isinya adalah akademis, dan akademis itu satu satunya jalan agar bangsa ini bisa menguasai global knowledge dengan minimum kompetensi standar agar dapat berkompetisi di dunia global. Muaranya tentu saja berpacu mendapatkan ijasah dan titel sebagai jaminan masa depan.
Pandangan bahwa anak harus dipersiapkan menjadi professor dan atau professional sejak taman kanak kanak bahkan sejak playgroup tidak bisa lepas dalam benak kebanyakan kita. Demam baby genius melanda di tahun 80an. Maka seolah menggegas anak dan menjejalkannya dengan beragam pengetahuan sejak dini seolah mantra mantra paling mujarab, laris dan dijajakan semua penyelenggara persekolahan.
Ketika ramai ramai orang bicara pentingnya karakter, maka karakter buru buru dimasukkan ke dalam kurikulum persekolahan modern. Padahal belum jelas definisi karakter bahkan karakter hanya dimaknakan dengan etika dan disiplin yang dibawa ke akademis dengan soal soal tentang budi pekerti yang diujikan dstnya.
Ketika ramai ramai muncul kesadaran kembali kepada agama dan banyak orang ingin membangun pendidikan Islam, maka mindset persekolahan modern yang memberhalakan akademis itu masih bercokol dan kemudiah masuk dalam kepala para perancang maupun pendidik pada lembaga pendidikan Islam. Walhasil lahirlah sekolah sekolah Islam yang sesungguhnya meletakkan landasan konsep dan berfikirnya pada sistem persekolahan yang memberhalakan akademis dan menolak kodrat manusia.
Sekolah sekolah Islam pada hari ini kebanyakan berdiri di atas pemikiran, konsep dan platform persekolahan modern dimana anak diukur kepintaran dan keshalihannya dari angka angka kemampuan menjawab soal soal akademis baik akademis umum maupun akademis agama. Kita mengikur keshalihan anak dari jumlah hafalan, jumlah checklist yang dicontreng, jumlah kepatuhan yang nampak dstnya.
Ada juga model sekolah Islam yang nampak Islami, membuang semua konten akademis umum, mengganti dengan konten akademis agama semata, dengan fokus pada hafalan alQuran, Kitab dan akhlak, padahal sesungguhnya sekolah seperti itu sama juga dengan sistem persekolahan modern yang memuja hafalan, global science dan pembangunan karakter yang dipaksakan.
Jika kita masih susah keluar dari mindset akademis, masih susah move on dari platform persekolahan modern, walau banyak konten Islam, tetap saja kelak banyak fitrah yg tak tumbuh baik. Apalagi apabila para pendiri sekolah tergantung kepada para Birokrat pendidikan. Apakah para birokrat pendidikan akan pernah peduli pada anak anak kita dan masa depannya? Oh tidak, mereka hanya menuntaskan pekerjaan sesuai juklak dan juknis.
Karenanya wahai para orangtua dan pendidik, kita harus tampil berani membuat perubahannya sendiri, berani merancang personalized curriculum utk tiap anak anaknya sendiri. Percayalah tiada guru seprofesional apapun yg mampu mengantikan kekuatan cinta orangtua dan guru sejati pad anak anaknya. Ilmu hari ini bertebaran di dunia maya dan di tangan orang orang hebat yang bahkan jauh lebih hebat dari di sekolah, jadi jangan khawatir dan jangan lebay obsesif. Justru yg terpenting adalah mendidik fitrah dan adab anak anak kita dan jangan sampai ikut digerus sistem yang usang
Sistem Persekolahan Modern di negara negara berkembang apalagi negeri Muslim memang tidak akan pernah dibuat ideal. Sistem persekolahan modern adalah bagian dari sistem penjajahan modern agar kita terus sibuk dengan akademis bukan kodrat potensi dan kodrat alam dan sistem hidup.
Mari Orangtua, Pendidik, Guru juga Pendiri Sekolah, berani jujurlah di hadapan Tuhan, Anak dan Dunia. Jadilah arsitek peradaban, bukan kuli peradaban. Buanglah berhala akademis. Rancanglah pendidikan sesuai jatidiri fitrahmu sendiri untuk peradabanmu sendiri.
Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasdeducation
#pendidikanberbasisfitrah
Reff:
Mengapa Pendidikan Islam meniru Sistem Persekolahan Modern
Sistem persekolahan modern masuk ke Indonesia lewat Politik Etis atau Politik Balas Budi Pemerintah Kolonial Penjajah Belanda pada 1901. Sistem… https://t.co/wUBepUPAZO
— harry santosa (@harrysan05) April 16, 2018