- Dakwah, FBE, IMTAQ, IPTEK

Kepindahan Ibukota dan Reformasi Pendidikan

Ibu Kota

Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.

Reff Mubaligh: Harry Santosa.

Kepindahan Ibukota dan Reformasi Pendidikan

Idea memindahkan Ibukota adalah idea yang penting dan genting, namun selama sistem pendidikan masih berorientasi urbanisasi ke kota, maka kelak dengan cepat ibukota akan dipindahkan lagi.

Idea memindahkan Ibukota sudah sejak lama, namun pada masa dahulu lebih kepada pertimbangan geo politik strategis. Masih bisa ditunda tunda, karena pilihan strategis umumnya penting tapi tak genting. Lagipula percepatan pertumbuhan orang orang wellschooled yang urbanisasi karena tak mampu membangun daerahnya atau desanya, pada masa itu tak sebanyak dan secepat sekarang.

Kini, memindahkan ibukota, menurut banyak ahli tatakota, sudah tak bisa lagi ditunda. Masalah kota besar yang terlihat adalah semakin padat dihuni manusia, daya dukung yang terus melemah, seperti ketersediaan lahan terbuka hijau sebagai tempat rekreasi dan udara segar, tempat tinggal yang manusiawi, air bersih dan sanitasi, transportasi, energi yang sia sia karena kemewahan dan kemacetan, sampai pembuangan sampah dan kotoran manusia, banjir dll.

Masalah yang tak terlihat lebih banyak lagi, misalnya gangguan kejiwaan manusia, kebahagiaan hidup yang tak seimbang, budaya budaya baik seperti guyub, gotong royong dll yang tergerus tergerus, tergantikan dengan budaya materialisme dan kompetisi saling meniadakan yang berujung pada kriminalitas, parentless pada keluarga muda dsbnya.

Tulisan ini tidak ingin terlalu jauh menganalisa permasalahan ibukota atau kajian dari sisi geo politis maupun tatakotanya, namun menyoroti sistem pendidikan yang banyak memberi kontribusi bagi urbanisasinya orang orang desa ke kota atau orang kota yang tak mampu kembali ke desa.

Reformasi Sistem Pendidikan

Sesungguhnya kepindahan ibukota tanpa disertai reformasi sistem pendidikan, maka ibukota baru akan segera mengalami kesengsaraan seperti yang dialami ibukota lama dengan segera. Mengapa segera? Karena percepatan orang orang muda yang wellschooled namun tak mampu membangun desa, memilih tinggal di ibukota atau pinggiran ibu kota akan semakin banyak.

Biang keladi kepindahan Ibukota sesungguhnya adalah pergerakan manusia besar besar ke kota raja atau ke ibukota dalam beberapa generasi sejak Indonesia merdeka. Orientasi perbaikan nasib paska perang dunia kedua dengan hijrah ke ibukota adalah penyakit sosial yang ditinggalkan kolonialisasi yang kemudian menjadi habit.

Sejak Indonesia merdeka, kota kota besar terus bergerak menjadi kota besar dari metropolitan lalu megapolitan dstnya termasuk Ibu Kota. Sementara desa desa tidak bergerak bahkan tertinggal. Masalah desa bukan pada ketiadaan infrastruktur atau ketiadaan kearifan lokal atau ketiadaan potensi keunggulan lokal namun tiadanya orang terdidik baik yang mau dan mampu membangun desa.

Anak anak desa tercerabut dari akar desanya, akar keluarganya, akar alamnya, akar kearifan dan akar agamanya dstnya karena sistem pendidikan ala kolonialisasi yang menjadi sistem pendidikan nasional masih dilanjutkan dengan orientasi mengurbankan manusia desa untuk menjalankan mesin kolonialisasi yang kini mesin negara.

Tidak masalah anak desa urban ke kota untuk belajar dan mencari pengalaman, masalahnya adalah mereka kemudian tak kembali ke desanya atau daerahnya untuk membangun desa atau daerahnya itu. Mungkin kembalinya kelak setelah pensiun, itupun bukan untuk membangun tanah leluhurnyam namun menikmati masa pensiunnya.

Sistem Pendidikan Nasional harus direformasi segera untuk berorientasi membangun desa. Selama ini sistem pendidikan nasional, sudah cukup durhaka kepada Ki Hajar Dewantoro yang berpesan bahwa sistem pendidikan harus sesuai kodrat anak dan sesuai dengan alam atau daerah dimana anak itu berada.

Era Industry 4.0 akan segera berakhir dan berganti era Society 5.0 , dimana anak anak kita kelahiran 2000an ke atas akan lebih suka kembali ke desa, hidup lebih alami dan fitri, dengan udara segar dan makanan alami, namun tetap terkoneksi dengan jaringan komunikasi 5G. Sistem pendidikan nasional harus mendukung ini.

Sistem pendidikan nasional seharusnya ber orientasi desa selaras dengan ketersediaan infrastruktur darat dan langit serta dorongan industri kreatif dan pariwisata berbasis kearifan lokal.

Pendidikan Rumah

Reformasi pendidikan harus juga meliputi perhatian pada peran keayahbundaan dan peran rumah dalam mendidik. Masalah Ibukota selama ini tentu lebih banyak mendera keluarga keluarga muda yang mencoba mengadu ijasahnya untuk menjadi buruh di kota atau mengadu idenya merintis bisnis di kota. Keluarga muda tanpa warisan, sudah pasti tinggal di pinggiran kota, lalu mengais upah ke tengah kota.

Akibatnya sudah bisa di duga, anak anak mereka sudah menjadi yatim sebelum waktunya. Jika suami istri bekerja berarti anak anak mereka telah menjadi yatim piatu sebelum waktunya. Anak anak mereka mengalami masa pertumbuhan tanpa kehadiran ayahbundanya alias parentless.

Anak anak para urban ini sejak menyusui sudah merasakan produk pabrikan, lalu penitipan anak dan sekolah ala pabrik dengan orientasi jadi pekerja dan buruh lagi. Siklus kezhaliman terjadi, anak para buruh ibukota cenderung menjadi buruh di ibukota.

Keluarga keluarga muda inipun perlu dibekali kemampuan bekerja atau berbisnis dari desa serta kemampuan membangun desanya dan tentu mendidik anak anak mereka dengan tangannya sendiri.

Kesimpulan

Kepindahan Ibukota harus dibarengi dengan kebijakan Reformasi Sistem Pendidikan agar kelak tidak menjadi arus pergerakan besar besaran manusia ke ibukota baru lalu harus pindah lagi.

Salam Pendidikan Peradaban.

#fitrahbasededucation #fitrahbasedlife

Reff:

About dimaspramudia

Read All Posts By dimaspramudia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.