Bismillah.. semoga postingan kali ini disertai rahmat dan berkah Allah SWT.
Reff Mubaligh: Harry Santosaa
Hati Hati dengan Fikiranmu
Ada kisah seorang petani yang memprotes Tuhan karena Tuhan dianggap tidak benar dalam mengatur cuaca. Saat tanamannya butuh panas, ternyata cuaca mendung dan hujan. Atau sebaliknya. Lalu ia meminta Tuhan agar diberi kemampuan mengatur cuaca. Ternyata Tuhan mengabulkan, lalu betapa senangnya petani ini, ia dapat mengatur cuaca sesuai kebutuhannya. Tanamannya kemudian tumbuh nampak baik dan mengeluarkan buah. Ia memanennya dan membawa ke pasar, ternyata betapa ia kaget bahwa tak ada orang yang mau membeli buahnya karena dianggap kualitasnya tak sesuai standar. Ia pun sebenarnya mengetahui hal ini.
Lalu ia menyadari kekeliruannya dan memohon Taubat kepada Tuhan. Ia sadar, bahwa ternyata semua hal di muka bumi agar tumbuh indah dan cantik juga bermanfaat harus menempuh perjalanan yang Tuhan sudah tetapkan dan sediakan, yaitu sunnatullah dan kehendakNya.
Perjalanan itu nampak sebagai masalah, jalan mendaki lagi sukar, namun begitulah kehidupan harus ditempuh dengan perjuangan agar berbuah bagus dan bermanfaat banyak dengan menyelesaikan segala masalah sepanjang perjalanan.
Dalam kehidupan tanaman ada kebutuhan atau hak tumbuh sejak benih sampai menjadi pohon, yang memang harus diupayakan untuk dipenuhi atau diperjuangkan. Begitupula fitrah manusia harus dipenuhi haknya dalam menempuh tahapan tahapan tumbuhnya.
Namun bukan intervensi berlebihan, sekedar mengikuti dan membersamai tumbuh kembangnya. Yang penting juga adalah memandu dengan suatu sistem atau aturan sehingga tumbuh sempurna, indah dan berbahagia.
Contoh sederhana adalah lapar. Semua tumbuhan dan hewan termasuk manusia harus berjuang untuk memenuhi hak fitrah jasmaninya untuk makan. Bahkan hewan membunuh hewan lain, manusia memakan hewan dan tumbuhan dengan alasan sederhana saja yaitu untuk memenuhi hak hidupnya.
Namun yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuan berfikirnya. Bagi manusia makan tak sekedar memenuhi rasa lapar, lebih daripada itu. Ada kebutuhan lain yang lebih besar bahkan melampaui hak kebutuhannya itu. Manusia itu bahkan seringkali ingin menjadi Tuhan, mau mengatur sendiri dengan kemampuan berfikirnya itu.
Sebenarnya sebagai khalifah Allah di muka bumi sangat wajar apabila manusia memiliki pilihan pilhan besar karena merasa mewakili Tuhan, namun seringnya malah menyamakan dirinya dengan Tuhan bahkan berusaha melampauinya.
Disinilah kemudian masalah muncul. Manusia kemudian tak bisa membedakan mana masalah yang memang harus dijalaninya sebagai sunnatullah, dan mana masalah yang ditimbulkan dari ego sentrisnya sebagai manusia. Manusia kemudian dijajah fikirannya sendiri untuk melihat semua masalah sebagai masalah yang sebenarnya berangkat dari ego sentrisnya.
Manusia yang lapar, walau tersedia makanan, ia kadang tak mau makan karena misalnya gengsi karena makanannya dan restaurannya tidak keren.
Ia membuat masalah baru dengan fikirannya sendiri. Itulah mengapa ada orang kaya yang hidupnya tak bahagia dan menderita. Masalahnya itu berangkat dari ego sentrisnya, bukan masalah alamiah yang memang dibutuhkan untuk menjalani kehidupannya.
Manusia tentu bukan hanya harus memuaskan hak fitrah jasmaninya seperti makan, tidur, bergerak dan bersih untuk kehidupan kesehatannya, manusiapun juga harus memenuhi hak fitrah keimanannya untuk kehidupan spiritualnya, memenuhi hak fitrah bakatnya untuk kehidupan karirnya, memenuhi hak fitrah belajar untuk kehidupan intelektualitasnya, memenuhi hak fitrah seksualitas dan cinta untuk kehidupan keluarganya dan mendidik anak anaknya dstnya.
Nah apa yang terjadi jika masalah untuk memenuhi kebutuhannya itu disandarkan pada ego sentrisnya, obsesinya dstnya. Maka seperti kisah petani tadi di awal, sesungguhnya masalahnya bukan pada cuaca yang telah Allah mengaturnya, namun pada ego sentrisnya atau obsesinya yang berangkat dari kesalahan dan kesesatan berfikirnya sendiri.
Kesimpulan
Sering dalam kehidupan kita, masalah datang bukan dari masalah alamiah dalam memenuhi hak fitrah yang Allah hidangkan dalam keseharian untuk dihadapi dan dicari solusinya sehingga fitrah kita tumbuh semakin indah dan beradab, namun masalah muncul karena ego sentris dan obsesi manusia akibat fikirannya sendiri.
Bahkan kadang atau sering, masalah fikirannya itu ditimpakan sebagai kesalahan Allah atau kesalahan orang lain untuk memaksa orang lain mengakuinya dan memenuhi kebutuhan egoisnya itu. Seorang sufi mengatakan, “adalah sangat aneh, jika kamu saja tak mampu memenuhi harapanmu sendiri, lalu menyalahkan orang lain karena tak mampu memenuhi harapanmu itu”
Itulah mengapa Manusia membutuhkan panduan langit, panduan Sang Maha Mengetahui, agar fikirannya dan aqalnya dipandu oleh kebenaran mutlak. Apa yang dirasakan, difikirkan juga dilakukan manusia sangat dipengaruhi pandangan alam (worldview) atas makna makna dalam kehidupan yang telah diketahui dan diakui. Semakin buta dari kebenaran, semakin dominan ego sentris dan obsesinya.
Maka penting untuk memahami makna sejati dari segala sesuatu, tentang hakekat kehidupan, tentang hakekat penciptaan dan yang diciptakan, tentang hakekat fitrah atau human nature, tentang hakekat penugasan manusia sebagai Khalifah Allah dan misi hidup spesifiknya, tentang hakekat kebahagiaan, tentsng hakekat Ilmu dstnya.
Itu semua agar kita bisa membedakan mana kesejatian dan kepalsuan, mana masalah yang alamiah untuk dihadapi agar sempurna dan berbahagia, dan mana masalah yang sebenarnya tak penting atau ilusi karena ego sentris & obsesi karena kesalahan cara pandang tentang kehidupan serta maksud dan misinya atau tugasnya.
#firahbasedlife
Sumber:
Hati Hati dengan Fikiranmu
— harry santosa (@harrysan05) December 19, 2019
Ada kisah seorang petani yang memprotes Tuhan karena Tuhan dianggap tidak benar dalam mengatur cuaca,. Saat tanamannya butuh panas, ternyata cuaca mendung dan hujan. Atau sebaliknya…. https://t.co/W8lJ8VfuTO