Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara -saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.
βRasanya, aku takkan kuat menempuh perjalan pulang,β kata Abdullah kepada kawan-kawannya. βKalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit.β
Kawan-kawannya mengangguk, βAkan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini.β
Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah kepada Abdul Muthalib.
βHarits!β panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. βPergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang.β
Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya adalah wajah-wajah duka.
βAbdullah telah meninggal,β kata mereka kepadanya, βmari, kami antar engkau ke pusaranya.β
Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib. Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia tengah menantikan kelahiran bayinya.
βSelamat jalan, Kanda,β isak Aminah, βhilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini, tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita.β
Sahabat fillahku, tak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang mengubah jalannya sejarah dunia.
πCatatan tambahan πΒ
*Peninggalan Abdullah *
Saat meninggal, peninggalan Abdullah berupa lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah. Nama aslinya adalah Barakah. Ia berasal dari Habasyah.
πKisah ini diambil dari Buku Muhammad Teladanku penerbit : Sygma π
β‘ Materi 28 Β Jilid 1β¬ ββββββββββ